Horizontal menu

Jumat, 07 September 2012

Chiko


Aku selalu tersenyum kalau ingat tentang surat yang diberi oleh nana sesaat sebelum keberangkatanku ke prancis dulu. surat yang sangat mengharukan batinku oleh seseorang yang pernah mengisi kehidupanku. sekarang aku sudah masuk kuliah semester pertama di salah satu universitas di kota ayahku bekerja, Bordeaux. Ketika ada waktu senggang aku kadang menghubungi nana melalui skype. Sepertinya teknologi memudahkan kami untuk saling bertemu walaupun itu sebatas bertatap muka di depan laptop berukuran kecil pemberian ibuku. Tapi tak apalah.

Nana sering bercerita bagaimana kehidupannya sekarang, dia juga bercerita mengenai kampus barunya. Dia juga bercerita bahwa ada seniornya yang bernama tommy sedang berusaha melakukan pendekatan dengan dirinya. Tetapi nana tidak suka dengan seniornya karena perbedaan usia yang cukup jauh. 

Ada saatnya ketika aku yang mengambil alih pembicaraan, aku berusaha untuk memutar beberapa memori masa lalu.

“na, lo ingat nggak doni yang dulu gendut, yang dulu celanaya sobek gara-gara jongkok?” kataku via skype

“iya, san gue inget hahahahahaha temen lo tuh di ketawaainnn terus” jawab nana dengan tertawa


Kenapa aku sering menyisipkan memori atau cerita masa lalu di pembicaraan kita sekarang ? setelah aku pikir-pikir masa lalu itu dapat membuat kita tertawa bersama, dapat membuat kita lupa akan kejenuhan yang kita hadapi sekarang. Walaupun ada beberapa masa lalu yang tidak pernah aku ungkapkan atau ku ceritakan kembali.

“san, kok lu gak bales surat gue dulu huh ?” Tanya nana
 
“aduh surat yang mana, hari gini masih jaman ya pake surat haha” jawab aku dengan tertawa
“yang mana aja deh, lupa kan lupa kan” pungkas nana sedikit marah
“nana nana hahahahaha”

Setelah itu, nana langsung disconnect. Aku tahu perbedaan waktulah yang menyebabkan sulitnya komunikasi antara kita berdua. Selain skype kita masih aktif di twitter dan facebook walaupun sesekali. Dan aku yakin disana nana pasti sudah tertidur.

Hari-hari berikutnya aku banyak disibukkan dengan padatnya jadwal kuliah. Banyaknya tugas kelompok dan tugas individual membuat aku jarang untuk menyapa nana. Hari ini aku ada tugas kunjungan ke museum tua di sudut kota Bordeaux. Kali ini aku bertiga dan kebetulan semua adalah orang Indonesia. Chiko dan Fendi. Chiko adalah mahasiswi Indonesia asli. Yang ku maksud adalah asli cantiknya. 

Hasil dari kawin silang ibu bandung dan bapak cianjur. Putih dan rambutnya panjang. Dengan kacamata yang menghiasi wajahnya dia hampir menjadi idola dikalangan teman-teman dikampus. Sementara fendi adalah hasil percampuran dua keturunan. Ibu asli Yogyakarta dan bapak medan. Badannya yang tegap membuat fendi yang tingginya kuperkirakan 180 cm kelihatan lebih pede dengan bule-bule disini.

Kami bertiga disuruh untuk mengenal sejarah kota Bordeaux. Tentang ragam penduduk, perkembangan kota dari masa ke masa, arus modernisasi di kota ini dan yang lainnya. Banyak sekali disana foto-foto perkembangan kota ini. Ada juga peninggalan-peninggalan sejarah seperti lukisan-lukisan raja dan ratu yang dulu menguasai daerah setempat.

“udah lo catet semua ?” tanyaku pada mereka berdua
“udah san, inih coba lo liat deh” timpal chiko sambil menyodorkan buku yang berisi banyak catatan
“gue kesana bentar ya”kata fendi sambil berjalan menjauh. Kutebak dia sedang ingin menyendiri sambil membalas sms dari kenalan baru bule asal belanda.
“hmm…bagus nih catetannya, udah lengkap kok, kesana lagi yuk” kataku pada chiko sambil berjalan.

Aku berhenti disebuah guci. Apapun lah itu. Tapi yang pasti bentukya menyerupai guci lengkap dengan ukiran khas eropa. Kubaca kalimat per kalimat, kata per kata penjelasan yag ada di depan guci tersebut. Segera aku membuka bukuku untuk mencatat namun chiko lebih dulu memanggilku

“udah gue catet , san.. lu santai aja” kata chiko dari samping

“ohhh udah ada lu catet hehehehe makasih ya ntar gue nyontek” kataku

Selain cantik, chiko juga baik hati. Beberapa kesempatan aku sering mencuri pandang ke arahnya. Kadang tak sengaja mata kita saling bertemu. Seolah ingin berbicara lebih dalam, mengenal satu sama lain.

“I think that enough for today, guys. Pulang yukkss udah hampir malem juga ” kata chiko

Kata-katanya langsung aku setujui dengan anggukan kepala, begitu juga fendi yang datang entah darimana.


Malam harinya ditengah dinginnya kota Bordeaux kuarahkan tatapanku kearah jendela kamarku. Menghadap langsung kearah luar jalan sambil menghangatkan diri minum kopi. Jam tangan menunjukkan pukul 10 waktu setempat namun cuaca tidak bersahabat sama sekali malam hari itu. Ku dekatkan heater dan duduk kembali dekat jendela. Tanpa kurasa tatapanku dijendela yang tadinya dipenuhi cahaya gemerlap lampu rumah penduduk sekitar berubah menjadi lapisan Kristal es yang jatuh dari langit. Oh god, its winter!
Karena malam itu tidak ada hal yang dilakukan dan aku juga belum mengantuk, aku mengambil telepon seluler ku dan iseng mengirimkan pesan singkat ke chiko.

Hello Indonesian, neng lagi ngapain ? diluar winter atuh” 

Sent

Sadar atau tidak entah kenapa aku tiba-tiba mengirimkan pesan singkat ke chiko. Mungkin karena tadi siangnya aku terlalu memperhatikan dia, tapi tak apalah, yang diperhatikan juga wanita cantik nan baik hati seperti dia.

2 menit kemudian 

Trutt…

Sms masuk, kulihat balasan dari chiko

“halo Indonesian jomblo, lagi nonton film aja nih di laptop. Kesepian ya, gak say hello sama mantan di Indonesia ? ntar dia nyariin loh pfttt..”

Terus aku balas

“gak, ntar aja ah, lagian dia kayaknya lagi sibuk jam segini. Besok sibuk? ngopi yuk di el oro”

Sent

Beberapa saat kemudian

“bisa diatur, asal situ yang bayarin haha”

Kringggg…..alarm dari ponselku berdering. Aku ketiduran didepan heater. Aku masih malas untuk beranjak dari kasur tempatku tertidur tadi malam. Ku coba buka ponsel dan melihat ke folder message. Ternyata chiko sudah memberi tahu jam berapa kita ke el oro hari itu. Beberapa saat kemudian akhirnya aku memberanikan badanku terangkat. Sesekali aku membenarkan posisi badanku saat berdiri. Setelah kubereskan, aku langsung beranjak ke depan laptop. Aku mulai membuka skype ku dan berharap nana online. Ternyata tidak.

Setelah mandi, aku bersiap untuk ke el oro.

Chiko rupanya sudah sampai duluan di el oro, dalam benakku tepat waktu sekali anak ini.

“udah pesen duluan aja lu kopi” kata aku sambil duduk

“yaiyalah, kan kita hari di bayari sama akang ihsan pftt…” celetuk chiko. “pesan dulu atuh akang ”

“iyee..bawel” 

Sesaat kemudian aku masuk ke el oro untuk memesan kopi. Setelah memesan kopi aku kembali ke luar el oro dan duduk di kursi.

Suasana el oro memang layaknya seperti iklan-iklan kopi eropa yang pernah ku tonton di Indonesia dulu. punya kios sendiri dan tempat duduknya diluar sambil bertuliskan menu favorit kopi hari ini dengan kapur di papan tulis yang diletakkan di dekat pintu masuk.

“oh ya, pinjem catetan lo kemaren dong” kataku mencoba membuka pembicaraan

“ah males, ngapain minjemin orang yang diem liatin guci, trus udah gitu aja, nyatet juga nggak” kata chiko

“yaelah, pelit amat sih. Gue kemaren gak fokus nyatet ” sambil meniup kopi yang masih panas

“gak fokus apanya coba, kalo mau bayar” gertak chiko

“gue gak fokus karena liat lo, chiko bawel. Lah, ini kan ntar gue yang bayarin, bayar apa lagi ?”

“halah, alesan. Tau ah bayar pake apa aja boyeh” celetuk dia

“halah pulang yuk, rewel nih” kata aku sambil agak sewot

“eh ngapain pulang, belom juga tutup, come on” kata chiko sambil berusaha membujuk. Padahal aku Cuma berpura-pura

Tak terasa malam sudah menyelimuti awan disekeliling kita. Kopi yang ada dihadapanku pun sudah lama habis, tapi obrolan kita seakan masih cukup panjang untuk dihabiskan bersama dinginnya malam itu.

“pulang yukk” kata chiko yang sudah kelihatan mengantuk

“yukkk, eh makasih banget ya buat hari ini” kataku sebelum pergi

“iya san, makasih juga. San, anterin gue pulang ya sampai depan flat” pinta chiko padaku

“oke” disaat yang bersamaan kamipun berjalan bersama-sama

Saat berjalan aku banyak cerita mengenai nana kepada chiko, chiko bayak mengangguk dan tak banyak berbicara malam itu. Aku bercerita bagaimana kami sudah lama tidak bertegur sapa. Malam ini cuacanya sangat dingin, sedingin tanggapan chiko terhadap ceritaku. Sekarang tepat kami berada didepan flatnya chiko ketika aku ingin memulai cerita berikutnya.

“san makasih banyak ya buat hari ini” kata chiko sambil tersenyum simpul padaku

“iya, bonne nuit” kataku.

Tatapan matanya tak pernah ku lepas sampai akhirnya tatapan kami terhalang pintu flat yang seketika tertutup. Malam ini senyumnya sedikit menghangatkan bibirku yang tadi sedikit membeku tanpa senyumannya.


Setelah sampai kerumah aku langsung bergegas mandi dengan air hangat. Setelah itu kembali kupasang sweater untuk menghangatkan malam ini. Salju diluar kuperhatikan dari jendela kamar memang sangat tebal. Kelihatannya malam ini merupakan puncak musim dingin. Akupun sebentar diam. Dengan muka nanar tiba-tiba aku kepikiran tentang chiko. Bias rupanya tak henti-hentinya menghias fantasi lamunanku. Sebenarnya aku ingin bertanya pada seseorang, siapapun itu. Tapi berhubung aku Cuma sendiri saat itu jadi aku pasrah bertanya pada diriku sendiri yang penuh dengan keraguan. Salahkah aku menyukainya ?


“tok..tokk..tookkkkk” kira-kira seperti itu bunyi pintu pagi itu. Aku seketika terbangun dari lelap. Dengan keadaan yang sedikit berantakan dan agak ngantuk aku bergegas pergi kepintu untuk membuka pintu. Ku intip dari lubang kecil yang ada dipintu kamarku kulihat ada sesosok wanita. sepertinya itu adalah tetanggaku diujung yang sering minta bantuan untuk memperbaiki bola lampu. Ku buka perlahan ternyata bukan. Badannya lebih ramping. Apa jangan-jangan tetanggaku itu diet berat, tapi tidak mungkin. Kulihat sekilas sepertinya aku kenal.

“ihsaaannnnnnnn ” teriaknya sambil memelukku

Aku yang terkejut dan masih abu-abu menerka ini siapa menyambut pelukannya dengan masih penuh tanda Tanya

“haiiii…” kataku 

Saat itu pula dia melepaskan pelukannya

“kamu pasti lupa kan, hayooo…” katanya

Arghh…aku kenal suara itu, sama seperti suara yang dulu memanggilku ketika aku duduk di depan ruang guru sekolahku dulu sebelum pindah.

“nanaaaaaa ”kataku dengan penuh keyakinan

“yaiyalah, aku udah dilupain kan huhuhuhu” katanya

“kok gak bilang-bilang kesini mau liburan, kan aku bisa prepare dulu gak berantakan kayak gini di kamarku” kataku yang terkejut dengan datangnya nana tiba-tiba

“gak papa san kan aku memang mau bikin surprise buat kamu hehehe” kata nana dengan muka sangat ceria

“ayo masuk dulu, kita cerita-cerita, sorry berantakan, maklum anak cowok”

Sambil membersihkan kamar, aku mempersilakan nana untuk duduk di sofa dekat jendela. Beberapa saat kemudian kami memulai perbincangan hangat. Tak terasa waktu telah berputar cukup lama hingga aku tak sadar perut sudah berbunyi. Tanpa pikir panjang aku mengajak nana untuk makan di el oro, tempat makan dan nongkrong favoritku di sini, sekaligus mengajak dia jalan-jalan. Dan dia mengangguk ketika aku ajak.

Sambil berjalan menuju el oro nana selalu terkesima dengan pemandangan disamping sebelah kiri. Matanya tak henti-hentinya memandangi Bangunan yang berdiri disana yang Menghadap langsung ke Sungai Garrone, sungai yang melintasi kota Bordeaux. di ujung jalan ada Musée des Beaux Arts, sebuah museum yang sangat terkenal akan galeri lukisan para pelukis terkenal macam Picasso. Begitupun ketika kami mulai mendekati el oro. kita bisa melihat bangunan besar megah yang umurnya sudah sangat tua yaitu gereja St. Pierre.

“na, mau pesen apa lo ?” kataku sambil mempersilakan nana duduk

“es teh ada ? hahahaha teserah lo aja san” kata nana sambil menepuk pundak aku

Aku masuk kedalam dan memesan minuman. Beberapa saat kemudian aku kembali lagi dengan membawa 2 minuman dan beberapa camilan. Topik pembicaraan pun kami lanjutkan kembali. canda tawa terus mewarnai setiap pembicaraan kami sore itu. kubuka telepon selulerku yang kurasa selama kami berbincang bergetar di saku celanaku. Kulihat ada 1 pesan masuk. Kubuka ternyata itu dari chiko. Pikirku ada apa ini chiko. Kubuka pesan darinya

“san, minum kopi yuk, di el oro, ketemuan disana aja ya, jam 5. Don’t be late”

Kulihat arloji di tanganku sekitar setengah jam lagi jam 5. Kupikir chiko adalah orang yang on time dan dia sepertinya akan datang sebelum jam 5. Kulihat sekeliling belum ada tanda-tanda sesosok wanita dengan badan kecil berkacamata dan rambut di ikat datang. Aku kembali memulai topik baru berbicara dengan nana. Nana sebelumnya memperhatikanku terus saat aku sedang memainkan telepon selulerku. Seakan dia ingin tahu apa yang sedang kulihat. Sungguh terkejutnya aku ketika minum kopi ada yang menepuk pundak ku dari belakang. 

“sannnn” sambil menepuk pundakku

Aku terkejut karena ada yang menepuk pundakku dari belakang. Kopi yang ku minum hampir saja tumpah. Ada apa ini nana memukul pundakku, ketika ku berbalik ternyata chiko. Nana yang sedang kagum mengabadikan gereja st. pierre menggunakan i-phone barunya itu berbalik kearah datangnya chiko.

“hai chiko, silakan duduk” kataku sambil menarik kursi di meja sebelah yang kosong

Saat chiko duduk kulihat matanya tak hentinya memandangi orang yang ada disamping kiriku, nana. Tatapan matanya Seperti bertanya-tanya siapa orang yang ada bersamaku saat itu.

“oh ya, na kenalkan ini temanku, chiko” kataku memecah keheningan

“nana” kata nana sambil tersenyum

“chiko” kata chiko dengan membalas senyuman dan bersalaman

“apaan tuh yang lo bawa chik ? kayaknya piringan hitam ya” kataku sambil menebak barang yang chiko bawa

“oh iya ini piringan hitam yang isinya lagu Beatrice martin, ini oleh-oleh aku buat kamu. Kemarin baru aja pulang dari paris” kata chiko sambil memberi aku oleh-olehya tersebut.

“wah makasih banyak chik, tapi kapan lo ke paris kan kita malam kemarin baru aja ketemu ?” tanyaku 

“sebenarnya udah lama, cuma baru sekarang bisa gue kasih” ungkapnya

Dilain sisi, nana yang dari tadi kudiamkan tiba-tiba ingin kembali ke hotel tempat dia istirahat

“kenapa buru-buru na mau pulang ? ah ga asik” kataku dengan muka sedikit kecewa

“gue capek san, pengen istirahat” katanya

“gue anter ya” kataku

“gak usah, kasian chiko masa lo tinggal sendiri dia. Lagian ternyata deket kok hotel aku dari sini, santai aja” katanya

“pulang san, pulang chik, have a nice day” katanya sambil melempar senyuman dan berlalu dari hadapan kami

“san, itu tadi nana yang sering lo certain ?” kata chiko ketika nana sudah tak terlihat

“iya, dia liburan kesini, ngasih surprise. Datang aja gak bilang-bilang dia haha kasian dia kecapean” kataku sambil muter-muter sendok di cangkir yang masih tersisa sedikit kopi

“ohhhhhh” kata nana datar

“san lo tau nggak, kadang perasaan seseorang itu berbeda-beda cara penyampaiannya” tambahnya

“maksud lo apaan chik ?” kataku bingung dengan apa yang baru saja dia ucapkan

“ya gitu deh. Manusia kadang malu untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasakan secara langsung, kadang ia hanya memberikan sinyal-sinyal atau kode. Kadang ia menumpahkan perasaannya di kesenangannya” kata chiko sambil melihat orang lalu lalang di depannya

“gue gak ngerti apa yang lo bicarain chik” kataku dengan sangat tidak mengerti apa maksud dari perkataan chiko tadi

“lo tau kan ketika seorang penyair yang jatuh cinta kepada orang yang ia cintai malu untuk mengungkapkan perasaannya sesungguhnya, dia akan lebih suka mengungkapkanya lewat lirik lagu ketimbang mengucapkannya secara langsung. Sama seperti seorang pelukis ataupun yang lainnya. Kenapa ? karena menurut dia itulah cara terbaik agar pasangannya tau perasaan dia sesungguhnya. Kadang mereka juga lebih baik memendam perasaannya agar orang yang iya cintai tak menjauh darinya” kata chiko. “Lo paham kan maksud gue san ?”

“iya chik aku paham, maafin gue yaaa” kataku sambil menggenggam tangan chiko

“gueee …” belum sempat chiko menyelesaikan kata-katanya

“sttt… kita pulang yukkk” telunjukku berusaha untuk menahan kata-kata yang keluar dari bibirnya

Dari el oro sampai ke flatnya tak henti-hentinya aku menggenggam tangannya. Genggaman tangan kami berdua membuat dinginnya salju menjadi lebih hangat. Sesekali aku merangkul bahunya sepanjang jalan menuju flat tempat chiko tinggal. chiko melemparkan senyum terindahnya selama aku kenal malam itu. sampai di depan flat, chiko berusaha untuk tidak melepas genggamannya di tanganku, rasanya malam ini ingin kuhabiskan bersama dia.

“sann, gue sayang sama eloo” kata chiko sambil memelukku

“gue juga chik” kataku dengan perasaan campur aduk malam itu. entah senang, terharu atau bahagia

. . . . . . . .


Dirumah, sekitar pukul 8 pagi aku masih harus sibuk membersihkan rumah dan mencuci pakaian yang kotor. Beberapa saat kemudian ada bunyi bel. Langsung saja ku keluar untuk melihat siapa. Langsung kubuka pintu tanpa mengintip dari lubang kecil di dalam akupun terkejut tak menemukan siapa-siapa. Pikirku masa setan pagi-pagi menekan tombol bel pagi-pagi begini. Kan setan lelah juga habis semalaman gentayangan. Kulihat di bawah ada surat. Ku ambil dan segera aku masuk ke kamar. Kubuka isi surat tersebut ternyata dari nana.

“hey san, ini nana. Sorry gak sempet ke rumah lo. Sore ini aku pulang ke Jakarta soalnya bokap sakit mendadak. Kalo sempet samperin ke bandara ya. Pesawat aku pukul 5.45 di terminal 8F. bye san”

langsung ku mempercepat langkah dan kerjaku membereskan rumah. Setelah selesai aku mengirimkan pesan kepada chiko

“hei chiko, aku mau nganter nana pulang ke bandara nih, mau ikut ?”

Sent

Beberapa saat kemudian ada balasan dari chiko

“yes, take me in one hour, dear”

Langsung ku bersiap-siap untuk mengantar nana. Sebelumnya aku harus menjemput chiko dulu kerumahnya. Kami berdua naik taksi ke bandara. Di jalan aku tak memikirkan apa-apa kecuali apa yang harus kukatakan kepada nana tentang chiko, tentang perasaan kita berdua.

“kamu kok diem sayang, kok kayak ada yang dipikirin” Tanya chiko

“gak ada kok” balasku sambil berusaha membuat chiko nyaman

Tak terasa kita sudah sampai di bandara. Ku cari dimana dia berada. Dan aku baru ingat bahwa aku lupa untuk bertanya bagaimana pakaian nana saat di bandara. Otomatis kami terpaksa untuk mengenali nana dan mencari-carinya. Kupikir mungkin nana sudah take off. Ku ajak chiko untuk pulang saja. Tapi tiba-tiba chiko berseru

“lihat, itu nana” sambil menunjuk kearah nana yang duduk di samping sebuah toko roti
Bergegas kami pergi kesana

“hey, san, hey chiko” sapa nana ketika melihat kami berlari ke arahnya

“gue kira lo udah take off na” balasku. “oh ya, udah lama disini ?”

“udah lama hehehe sori ya ngerepotin lo berdua” kata nana

“gak papa kok na, sori juga bikin lo lama nunggunya” kata chiko membalas

“na, sebenarnya ada yang pengen gue omongin sama lo” kataku dengan muka serius.”sebenarnya gue sama chiko…”
Belum selesai aku bicara. “gue udah tau semua san, chiko yang cerita” kata nana

“iya, aku udah cerita semuanya sama nana” tambah chiko

Aku Cuma bisa terdiam. Tak tahu harus berbicara apa.

“gue tau san kalo chiko yang terbaik buat lo” kata nana sambil menunjuk kearah chiko. “gue harus pulang sekarang san, makasih ya kalian berdua udah sempet datang kemari. Makasih chiko, jagain ihsan ye, dia temen gue paling nakal di SMA haha” kata nana sambil memeluk chiko

“iya na, jangan lupa main-main lagi kesini nanti” kata chiko. “ihsan emang orangnya nakal gitu na”

Setelah nana pamit dengan chiko, tangan nana pun melambai di depan muka aku

“hey jangan melamun, gue pulang dulu. jaga diri lo baik-baik ya san” kata nana

“iya na, lo juga hati-hati. Salam sama papa mama” kataku

“dadah semua bye bye” kata nana sambil menggerek koper yang dibawanya

“dadah naa” kata aku dan chiko berbarengan. Nana yang tadinya masih terlihat di depan mata kini sudah masuk ke dalam untuk menunggu take off ke Indonesia.

Lalu aku dan chiko pulang dengan menaiki taksi kembali. ketika di dalam taksi aku kembali berbincang dengan chiko.

“kamu tau, kenapa aku dan nana putus dulu ?” kataku

“sudah..sudah.. aku sudah tau. Lebih baik kita sekarang doakan semoga nana mendapatkan pasangan yang sama dengan dia” kata chiko sambil memandangi mataku dalam-dalam.



photo from : http://travelyuk.files.wordpress.com/2010/06/bordeaux-pont-pierre.jpg?w=610

Tidak ada komentar:

Posting Komentar